Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Prof. Al Makin
Rektor UIN Sunan Kalijaga

Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Prof. Dr. phil. Al Makin, S.Ag. MA, kelahiran Bojonegoro Jawa Timur 1972 adalah Profesor UIN Sunan Kalijaga. Penulis dikenal sebagai ilmuwan serta pakar di bidang filsafat, sejarah Islam awal, sosiologi masyarakat Muslim, keragaman, multikulturalisme, studi minoritas, agama-agama asli Indonesia, dialog antar iman, dan studi Gerakan Keagamaan Baru. Saat ini tercatat sebagai Ketua Editor Jurnal Internasional Al-Jami’ah, salah satu pendiri portal jurnal Kementrian Agama Moraref, dan ketua LP2M (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat) UIN Sunan Kalijaga periode 2016-2020. Makin juga tercatat sebagai anggota ALMI (Asosiasi Ilmuwan Muda Indonesia) sejak 2017. Selengkapnya di https://id.m.wikipedia.org/wiki/Al_Makin.

Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Kompas.com - 29/03/2024, 13:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

APAKAH dalam puasa Ramadhan kita berhemat atau malah bertambah boros? Apakah kita lebih konsumtif atau lebih ekonomis?

Maukah kita berbuka dan sahur sesederhana mungkin? Atau malah sebaliknya, karena ingin merayakan buka puasa, kita membeli makan dan minuman yang lebih mewah?

Saya kira bagi Muslim Indonesia sudah jelas jawabannya. Dalam bulan Ramadhan, selama menjalankan puasa, kita lebih banyak membeli dan mengonsumsi makan dan minuman lebih daripada bulan-bulan yang lain.

Begitu juga dalam buka dan sahur kita akan memilih makanan utama yang lebih bergizi, lezat, dan mengundang selera.

Buka puasa berarti merayakan, setelah seharian menahan haus dan lapar. Makan sahur berarti mengisi tenaga untuk lapar seharian maka menu harus yang terbaik.

Bagi sebagian besar Muslim, puasa Ramadhan berarti makan dan minum dengan kualitas lebih baik daripada di bulan-bulan lain.

Memang benar adanya, selama menjalankan puasa kita itu lebih konsumtif. Jika hari-hari biasa di luar Ramadhan kita tidak terlalu membutuhkan es buah, es degan, cincau, kolak, dawet, es serut, atau es doger, pada saat berbuka tidak afdhal rasanya jika tanpa jenis-jenis es itu.

Memang ketika tubuh sehari penuh tanpa minum, terasa haus. Saat siang terik matahari, orang yang perpuasa biasa membayangkan waktu buka nanti akan mencari es-es tadi.

Konsumsi es jelas meningkat. Gula juga sama.

Begitu juga lauk pauk. Di hari-hari biasa tidak berpikir berbagai macam ikan, ayam, dan daging. Saat berbuka puasa, yang mampu membelinya, tidak ragu-ragu membawa pulang semua sayuran.

Saat lapar di tengah hari, orang puasa biasa membayangkan makan enak. Saat buka puasa, seperti ada ‘balas dendam’. Itu manusiawi.

Jika dilihat dari sisi miring, berpuasa tampaknya membuat orang bertambah boros. Puasa mendorong Muslim untuk lebih konsumtif.

Takjilan setiap sore hari. Berbuka bersama juga mendorong makan di restoran lebih mahal dari biasanya. Sayur, lauk, dan kudapan juga cenderung menuntut makanan yang mengundang selera makan.

Puasa mendorong masyarakat untuk membeli makanan dan minuman ekstra, lebih dari hari-hari biasa.

Ongkos sebulan Ramadhan memang lebih tinggi daripada bulan-bulan yang lain, dilihat dari segi makan dan minum. Apalagi menjelang Idul Fitri, pasti fashion, biaya mudik, biaya mondar-mandir silaturahim, dan lain-lain lebih banyak.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com