Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gubernur BI Beberkan Pemicu Rupiah Tertekan hingga Tembus Rp 16.400 Per Dollar AS

Kompas.com - 20/06/2024, 16:06 WIB
Rully R. Ramli,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Bank Indonesia (BI) mencatat, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS sudah terdepresiasi alias melemah 5,92 persen sejak awal tahun hingga 19 Juni lalu.

Gubernur BI Perry Warjiyo membeberkan, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS disebabkan oleh faktor yang berasal dari sentimen global dan domestik.

Dari sisi global, ketidakpastian pasar keuangan masih tinggi, dipicu oleh perbedaan arah kebijakan moneter bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed) dengan bank sentral Eropa, European Central Bank.

Baca juga: Hadapi Tren Pelemahan Rupiah dan IHSG, Ada Apa dengan Ekonomi Indonesia?

Pada pertemuan Juni, ECB memutuskan untuk memangkas suku bunga acuannya sebesar 25 basis points (bps).

Sementara itu, The Fed masih mempertahankan tingkat suku bunga acuannya, dan diprediksi baru menurunkannya pada pengujung 2024.

Ketidakpastian tersebut memicu investor untuk mengalihkan ke aset investasi yang lebih aman, seperti surat utang AS, sehingga menyebabkan aliran modal asing masuk ke pasar keuangan negara berkembang tertahan.

"Pelemahan nilai tukar rupiah dipengaruhi oleh dampak tingginya ketidakpastian pasar global, terutama berkaitan dengan ketidakpastian arah penurunan FFR (Fed Fund Rate)," kata Perry, dalam konferensi pers, di Gedung BI, Jakarta, Kamis (20/6/2024).

Dari sisi domestik, depresiasi rupiah disebabkan oleh tingginya permintaan valuta asing (valas) dalam bentuk dollar AS oleh korporasi, utamanya untuk repatriasi atau pengembalian dana dividen.

Selain itu, rupiah juga tertekan oleh sentimen negatif dari persepsi investor terhadap sustaibilitas kebijakan fiskal pemerintah ke depan.

Sebagai informasi, pada pekan lalu sempat beredar informasi, Presiden terpilih Prabowo Subianto berencana mengerek rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) untuk memenuhi kebutuhan belanja program yang dijanjikan.

"Persepsi belum tentu bener loh. Jangan diyakini kalau persepsi. Persepsi akan sustainibilitas fiskal ke depan," ujar Perry.

"Dengan perkembangan ini, nilai tukar rupiah melemah 5,92 persen dari level akhir Desember 2023," sambungnya.

Baca juga: BI Pertahankan Suku Bunga Acuan

Meskipun demikian, pelemahan rupiah disebut masih lebih baik dibanding mata uang asing lain, seperti won Korea (-6,78 persen), baht Thailand (-6,92 persen), peso Meksiko (-7,89 persen), real Brazil (-10,63 persen), dan yen Jepang (-10,78 persen).

Ke depan, Perry meyakini, rupiah akan bergerak stabil sesuai dengan komitmen Bank Indonesia untuk terus menstabilkan nilai tukar rupiah, serta didukung oleh aliran masuk modal asing, menariknya imbal hasil, rendahnya inflasi dan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tetap baik.

Perry menekankan, BI terus mengoptimalkan seluruh instrumen moneter termasuk peningkatan intervensi di pasar valas serta penguatan strategi operasi moneter pro-market melalui optimalisasi instrumen SRBI, SVBI, dan SUVBI.

"Bank Indonesia memperkuat koordinasi dengan Pemerintah, perbankan, dan dunia usaha untuk mendukung implementasi instrumen penempatan valas Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) sejalan dengan PP Nomor 36 Tahun 2023," ucapnya.

Baca juga: Dalam Setahun Rupiah Melemah Hampir 10 Persen, Ekonom: Ini Tidak Baik untuk Perekonomian RI...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Fordigi BUMN: Pekerja di Sektor Informal Naik 30 Persen tapi Banyak Belum Akses BPJS

Fordigi BUMN: Pekerja di Sektor Informal Naik 30 Persen tapi Banyak Belum Akses BPJS

Whats New
Pemerintah Tarik Utang Baru Rp 132,2 Triliun, Sri Mulyani: Turun 12,2 Persen

Pemerintah Tarik Utang Baru Rp 132,2 Triliun, Sri Mulyani: Turun 12,2 Persen

Whats New
Setoran Pajak dan Cukai Lesu, Penerimaan Negara Turun jadi Rp 1.123,5 Triliun per Mei 2024

Setoran Pajak dan Cukai Lesu, Penerimaan Negara Turun jadi Rp 1.123,5 Triliun per Mei 2024

Whats New
Allianz Hadirkan Produk Asuransi Flexi Medical, Apa Manfaatnya?

Allianz Hadirkan Produk Asuransi Flexi Medical, Apa Manfaatnya?

Earn Smart
2 Perusahaan Eropa Batal Investasi di Sonic Bay, Ini Kata Anak Buah Bahlil

2 Perusahaan Eropa Batal Investasi di Sonic Bay, Ini Kata Anak Buah Bahlil

Whats New
HSBC Andalkan 3 Pilar untuk Fokus Layani Nasabah, Apa Saja?

HSBC Andalkan 3 Pilar untuk Fokus Layani Nasabah, Apa Saja?

Whats New
Babak Baru Perkara Arsjad Rasjid vs Ahli Waris Krama Yudha, Kuasa Hukum Ajukan Kasasi, MAKI Buka Suara

Babak Baru Perkara Arsjad Rasjid vs Ahli Waris Krama Yudha, Kuasa Hukum Ajukan Kasasi, MAKI Buka Suara

Whats New
Sri Mulyani Beberkan Penyebab Rupiah Tertekan

Sri Mulyani Beberkan Penyebab Rupiah Tertekan

Whats New
Konsisten Kembangkan UMKM, Sampoerna Gelar Pesta Rakyat untuk UMKM Indonesia

Konsisten Kembangkan UMKM, Sampoerna Gelar Pesta Rakyat untuk UMKM Indonesia

Whats New
Bantuan Pangan Dilanjutkan sampai Desember 2024, Presiden: Hitung-hitungan APBN Bisa...

Bantuan Pangan Dilanjutkan sampai Desember 2024, Presiden: Hitung-hitungan APBN Bisa...

Whats New
Jatuh Bangun Neneng, Bangun Usaha Makanan dan Pakaian Usai Pandemi Covid-19

Jatuh Bangun Neneng, Bangun Usaha Makanan dan Pakaian Usai Pandemi Covid-19

Whats New
Melalui Program Kesatria, Petani di OKI Berhasil Panen Padi Gogo di Lahan Sawit

Melalui Program Kesatria, Petani di OKI Berhasil Panen Padi Gogo di Lahan Sawit

Whats New
Mengenal Singkatan ATM dalam Bahasa Inggris

Mengenal Singkatan ATM dalam Bahasa Inggris

Whats New
Komitmen Lestarikan Lingkungan, PLN Sediakan Mesin Daur Ulang Sampah di Lingkungan Kantor

Komitmen Lestarikan Lingkungan, PLN Sediakan Mesin Daur Ulang Sampah di Lingkungan Kantor

Whats New
Adakah Cara Mengetahui PIN ATM dari Buku Tabungan?

Adakah Cara Mengetahui PIN ATM dari Buku Tabungan?

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com