Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Sri Mulyani Geregetan dengan Pengelolaan Anggaran Pemda...

Kompas.com - 15/01/2020, 08:32 WIB
Mutia Fauzia,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

Namun demikian, penyesuaian pemberian anggaran antara satu daerah dengan yang lain juga perlu dilakukan pembahasan lebih lanjut.

"Daerah di Indonesia itu bervariasi sekali. Ada yang memang sangat kuat dan sangat kaya, ada yang sangat kurang. Jadi memang satu aturan sulit sekali untuk bisa berlaku secara adil bagi semuanya pasti akan terjadi ketidakpuasan. Jadi kita juga perlu terus menerus berdiskusi mengenai apa yang baik," kata Sri Mulyani.

Baca juga: Sri Mulyani Keberatan Pemda Rekrut Banyak PPPK tapi Enggan Bayar Pensiun

Pemda Mengeluh ke Jokowi

Lebih lanjut Sri Mulyani mengatakan, pemerintah daerah juga tak siap jika anggaran yang diberikan oleh pemerintah pusat ke daerah terpotong.

Padahal, jika melihat realisasi penerimaan pajak tahun 2019 yang seret misalnya, seharusnya dana alokasi umum (DAU) yang ditransfer ke daerah juga turun untuk menyesuaikan penerimaan negara.

Namun, karena pemerintah daerah yang tak siap dengan pergerakan anggaran negara, Sri Mulyani mengatakan para pemimpin daerah berbondong-bondong bertemu Presiden Joko Widodo dan mengadu agar anggaran transfer ke daerah tak terpotong.

"Daerah itu enggak siap buat turun, siapnya naik. Jadi waktu itu (Pemda) minta ke Pak Presiden dengan mengharu-haru biru gitu supaya tidak diturunkan, sehingga akhirnya tahun lalu kita final, tahun ini juga final," ujarnya.

Sebagai informasi, penerimaan perpajakan pemerintah hingga Desember 2019 tercatat kurang Rp 245 triliun atau sebesar Rp 1.332 triliun dari yang seharusnya Rp 1.577 triliun.

Baca juga: Ini Alasan Sri Mulyani Cairkan 40 Persen Dana Desa di Awal 2020

Sementara, anggaran DAU pemerintah ke daerah tahun ini sebesar Rp 427 triliun. Anggaran tersebut naik dari tahun lalu yang sebesar Rp 417,8 triliun.

Peningkatan terjadi lantaran DAU formula yang juga meningkat dari Rp 414,8 triliun menjadi Rp 418,7 triliun, dan juga terjadi peningkatan DAU tambahan karena ada anggaran bantuan untuk SILTAP dan PPPK dari yang tadinya hanya Rp 3 triliun menjadi Rp 8,38 triliun.

"Jadi memang penerimaan pajak kita itu turun. Jadi harusnya yang kami bagikan ke daerah juga turun," kata Sri Mulyani.

Baca juga: Profil Hanson International, Pengembang Swasta di Pusaran Kasus Jiwasraya & Asabri

Namun, karena penerimah daerah yang belum siap dengan fluktuasi anggaran tersebut maka anggaran daerah pun ditetapkan menjadi final dari yang seharusnya dinamis.

Dengan demikian, beban pemerintah pusat ketika terjadi deviasi atau penyimpangan atara perencanaan dan realisasi penerimaan semakin berat.

Minta Punya Menteri Keuangan

Dia pun meminta agar pemerintah daerah juga memiliki menteri-menteri keuangan yang lihai dalam mengelola anggaran.

Baca juga: Kasus Asabri: Implikasi Politik Sensitif hingga Butuh Bailout Pemerintah

Pemda juga harus memiliki kebijakan di tingkat daerah yang bisa menjadi peredam penerimaan negara yang penuh ketidakpastian. Sebab, hal serupa juga diimplementasikan di tataran pemerintah pusat.

"APBN harus punya shock absorber karena kalau nggak, kalau jeblong semuanya sakit perut, kalau naik semuanya muntah gitu. Jadi shock absorber-nya harus dibuat. Ini kami coba lakukan di pusat," terang dia.

Meski dirinya menilai daerah belum siap untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut.

"Di daerah kemampuannya sangat minimal sekarang ini. Jadi kayaknya daerah yang penting kita tahu bersih saja deh. Namun untuk Indonesia ke depan kayaknya daerah harus makin lama makin dibangun kapasitasnya," tambahnya.

Baca juga: Simak 4 Tips Ini Sebelum Memulai Bisnis Franchise

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com