Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

100 Hari Jokowi-Ma'ruf, Omnibus Law, Didukung Pengusaha Ditolak Buruh

Kompas.com - 28/01/2020, 12:58 WIB
Mutia Fauzia,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

"Sekarang fair saja dendanya sebesar suku bunga yang selama ini, bunga market kan sekarang rendah," ujar dia.

Untuk mereka yang dengan sengaja menghindari kewajiban perpajakannya, sanksi yang sudah dikurangi tersebut bakal ditambah bunga sebesar 5 persen hingga 10 persen.

"Jadi ini cukup fair," ujar Sri Mulyani.

Baca juga: 5 Alasan Penerimaan Pajak 2019 Tak Capai Target

 

5. Mengatur pajak digital

Poin lain yang menjadi fokus dalam omnibus law perpajakan adalah mengenai pajak e-commerce, terutama perusahaan digital. Sebelumnya harus memiliki Badan Usaha Tetap (BUT) agar bisa dikenakan pajak.

Nantinya, tidak perlu BUT atau kantor cabang, tetapi selama beroperasi atau memiliki keberadaan ekonomi di RI wajib memungut dan membayar pajak. 

"Sehingga melalui ini whether punya atau ada presence fisik atau tidak, kalau ada economic presence saya bisa meminta Anda memungut dan membayar pajak," ujar Sri Mulyani.

Baca juga: Mengejar Pajak Digital...

6. Seluruh insentif pajak menjadi satu bagian

Keenam adalah menjadikan seluruh insentif pajak, seperti tax holiday dan tax allowance, menjadi satu bagian.

Sebab, selama ini tax holiday dan tax allowance tidak diturunkan dari undang-undang perpajakan, tetapi dari undang-undang investasi.

Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja

Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono menjelaskan, sesuai hasil pembahasan terakhir per 17 Januari 2020, telah diidentifikasi sekitar 79 UU dan 1.244 pasal yang terdampak Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, dengan rincian.

  1. Penyederhanaan Perizinan: 52 UU dengan 770 pasal
  2. Persyaratan Investasi: 13 UU dengan 24 pasal
  3. Ketenagakerjaan: 3 UU dengan 55 pasal
  4. Kemudahan, Pemberdayaan, dan Perlindungan UMK-M: 3 UU dengan 6 pasal
  5. Kemudahan Berusaha: 9 UU dengan 23 pasal
  6. Dukungan Riset dan Inovasi: 2 UU dengan 2 pasal
  7. Administrasi Pemerintahan: 2 UU dengan 14 pasal
  8. Pengenaan Sanksi: 49 UU dengan 295 pasal
  9. Pengadaan Lahan: 2 UU dengan 11 pasal
  10. Investasi dan Proyek Pemerintah: 2 UU dengan 3 pasal
  11. Kawasan Ekonomi: 5 UU dengan 38 pasal

Ditolak serikat pekerja

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia ( KSPI) Said Iqbal mendukung keinginan Presiden Joko Widodo untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan investasi.

Namun, ia mengingatkan pemerintah duduk bersama agar regulasi yang akan memayungi rencana tersebut tidak mengesampingkan perlindungan terhadap tenaga kerja.

"Kita setuju dengan apa yang diinginkan oleh Pak Jokowi, pertumbuhan ekonomi naik, investasi naik, kemudian tercipta lapangan kerja baru, tetapi kita tidak setuju bila perlindungan menjadi kurang," kata Iqbal dalam diskusi bertajuk " Omnibus Law Bikin Galau" di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (26/1/2020).

Baca juga: Apindo Bantah Omnibus Law Untungkan Pengusaha

Ia menyebut, salah satu kekhawatiran soal adanya Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja yakni mudanya tenaga kerja asing yang tidak memiliki skill masuk ke dalam negeri.

Selain itu, ada wacana penerapan pengupahan berdasarkan jam kerja. Persoalan lainnya yaitu wacana dihapusnya sanksi kepada perusahaan yang memberikan upah di bawah ketentuan minimum.

Menurut Iqbal, hal-hal seperti itu salah bila diterapkan lantaran akan berdampak terhadap kesejahteraan pekerja.

"Yang tadinya mau investasi, (membuka) lapangan kerja, malah jadi cilaka. Kan singkatannya kata orang-orang begitu, (RUU) cipta lapangan kerja itu jadi cilaka," kata dia.

Pengusaha ingin segera rampung

Wakil Ketua Umum Apindo sekaligus CEO Sintesa Group Shinta Widjaja Kamdani, menyebut economic slow down dirasakan sejumlah pengusaha di Indonesia terutama penurunan nilai ekspor.

"Impact-nya pasti terasa di Indonesia dan 60 persen untuk domestik. Jadi dengan adanya ini (RUU Omnibus law) akan terbantu, tapi yang jelas untuk ekspor kena banget dan kelihatan," kata Shinta di Kempinski Jakarta, Rabu (4/12/2019).

Baca juga: Kemenko Perekonomian Buka Suara Soal Demo Buruh yang Tolak Omnibus Law

Shinta menjelaskan, ini bukan hanya soal insentif namun ada hal yang fundamental yang harus diperbaiki, dimana insentif akan sulit didapat jika regulasi belum mendukung.

"Makanya kita kejar omnibus law karena itu penting. Kalau itu tidak diperbaiki dari sisi perijinan usaha, maka itu enggak bisa insentifnya (sulit)," jelas Shinta.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com