Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ekonom Core: Cetak Uang Saat Likuiditas Kering Tidak Masalah

Kompas.com - 17/05/2020, 08:01 WIB
Penulis Kiki Safitri
|

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Riset CORE Indonesia Piter Abdullah menilai mencetak uang dikala kondisi likuidasi kering bukanlah suatu masalah dan tidak akan menyebabkan hiperinflasi.

Pernyataan itu disampaikan Piter saat ditanya terkait sikap DPR yang mendesak Bank Indonesia (BI) mencetak uang Rp 600 Triliun di tengah pandemi corona (Covid-19).

“Faktor yang menyebabkan inflasi adalah dari faktor demand dan oleh karena itulah jika kita mengguyur likuiditas (cetak uang) di tengah kondisi likuiditas yang kering, maka tidak masalah. Kita tidak akan menjadi banjir (uang),” kata Piter kepada Kompas.com, Jakarta, Sabtu (16/5/2020).

Baca juga: Singapore Airlines Laporkan Rugi Bersih Pertama dalam 48 Tahun

Pieter mengatakan, bila BI mencetak uang, maka Indonesia masih berpotensi selamat dari krisis. Indonesia dinilai berada di jurang resesi sehingga para pemangku kepentingam dianggap perlu berpikir cepat dan tepat.

“Pemerintah dan otoritas melihat urgency pembiayaan fiskal. Kita sudah diambang resesi karena kita mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi. Ke depan perlambatan ekonomi akan cukup dalam. Kalau kita tidak mngambil respons kebijakan yang tepat tentunya kita bisa jatuh ke krisis,” kata dia.

Pieter mengatakan jika Indonesia mengalami resesi, maka pemulihan ekonomi akan bergantung kepada respons pemerintah. Misalnya tindakan pemerintah untuk mebantu dunia usaha lewat stimulus fiskal atau Quantitative Easing (QE).

“Di negara lain enggak ada berdebat dan kebanyakan polemik. Di sana langsung stimulusnya ribuan triliun dan tidak ada yang mmpermasalahkan dan membikin rebut. Dan itu semuanya cetak uang,” ungkap dia.

Baca juga: 10 Pegawai Pertama Facebook, Bagaimana Karier Mereka Saat Ini?

Pencetakan uang merupakan bagian dari pembiayaan fiskal. Pieter menyebut saat ini sulit memenuhi biaya fiskal dengan kondisi yang melanda global saat ini. Ia juga menuturkan, sulit untuk menerbitkan surat utang karena tidak ada pembeli baik domestik maupun global.

“Kan mau enggak mau BI yang beli. Itu kan artinya cetak uang. Jadi cetak uang adalah bagian dari pembiayaan fiskal di mana fiskal ditujukan untuk memberikan stimulus perekonomian,” ucapnya.

Sebelumnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat pada kuartal I-2020. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi kuartal 1-2020 hanya 2,97 persen, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun 2019 yang sebesar 4,97 persen.

Baca juga: Viral Petani Ramai-ramai Buang Sayur ke Sungai, Ini Fakta Sebenarnya

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+