Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

Tren Ekspor Sarang Burung Walet Meningkat, Indonesia Diuntungkan

Kompas.com - 22/01/2021, 12:20 WIB
Dwi NH,
Mikhael Gewati

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) mengatakan, tren ekspor sarang burung walet (SBW) dalam lima tahun terakhir meningkat signifikan.

“Maka dari itu, saya bersyukur karena Indonesia bisa menjadi pemasok SBW untuk banyak negara,” ujar SYL dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Jumat (22/1/2021).

Mentan pun menjelaskan bahwa produktivitas SBW yang diperdagangkan dan diekspor merupakan komoditas binaan dari Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) Kementerian Pertanian (Kementan).

"Ini adalah anugerah Tuhan untuk kita. Sebab, tanpa perawatan khusus, walet memberikan berbagai manfaat kesehatan " tuturnya.

Baca juga: Petani Cirebon Terancam Gagal Panen, Kementan Dukung Mereka Asuransikan Lahannya

Bukan hanya itu, kata Mentan, SWB juga menjadi sumber devisa negara, dan sumber pendapatan bagi peternak SBW.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) menyampaikan, SBW merupakan komoditas pangan yang dibuat secara alami oleh hewan. Komodintas ini mempunyai nilai gizi tinggi dan ekonomi tinggi.

“Oleh karenanya, sarang burung walet telah menjadi andalan ekspor kami sejak 2015,” katanya.

Nasrullah menyatakan, Indonesia sejauh ini telah mengekspor SBW ke 14 negara. Sepanjang 2020, Indonesia mengekspor ke berbagai negara dengan total volume ekspor 1.155 ton atau senilai Rp 28,9 triliun.

Baca juga: Kementan Sebut Ketepatan Distribusi Pupuk Bersubsidi Ditentukan Pendataan Petani

Negara tersebut, di antaranya Hongkong, China, Singapura, Vietnam, United States of America (USA), Jepang, Korea Selatan (Korsel), Taiwan, Thailand, Malaysia, Australia, Kanada, Spanyol, dan Perancis

“Volume dan nilai ekspor SBW sepanjang 2020 selalu mengalami peningkatan setiap bulannya,” kata Nasrullah.

Adapun capaian tertinggi pada Desember 2020 dengan volume mencapai 148.321 kilogram (kg) dan nilai ekspor menyentuh 75.705 dollar AS.

Jumlah ekspor SWB sendiri mulai meningkat pada 2019, yaitu sebesar 2,13 persen atau setara 1.131 ton dan bernilai Rp 28,3 triliun.

Baca juga: Ada Beras Impor Masuk Pasar, Kementan: Bukan Rekomendasi Kami

Nasrullah mengaku, SBW memang banyak diminati di mancanegara. Hal ini sangatla menguntungkan, karena Indonesia merupakan salah satu negara pemasok SWB terbesar.

“Untuk itu, kami dari Ditjen PKH terus melakukan pembinaan ke para peternak SBW. Pembinaan ini, mulai dari teknik budidaya, kompartemen bebas penyakit Avian Influenza (AI), dan pengolahan,” imbuhnya.

Menurut Nasrullah, dengan pembinaan yang baik, para pembudidaya dan peternak bisa memenuhi standar ekspor SWB.

Proses produksi SBW

Terkait proses produksi SBW, Nasrullah menjelaskan bahwa tidak semua negara bisa melakukannya.

Sebab rumah walet yang sangat bergantung kepada alam dan lingkungan, seperti potensi pakan di alam (keseimbangan ekosistem).

“Ini kenapa Indonesia menjadi salah satu primadona SBW,” ujarnya.

Tak hanya itu, kondisi lingkungan di rumah walet harus dibuat sedemikian rupa mendekati habitat aslinya, sehingga burung walet mau bersarang.

Baca juga: Menurut Kementan Ini Penyebab Petani Enggan Menanam Kedelai

“Bahkan, pola panen SBW yang dilakukan peternak walet juga sangat memengaruhi kesinambungan populasi dan produksi sarang burung itu sendiri,” jelas Nasrullah.

Selain menyiapkan kondisi rumah walet, lanjut Nasrullah, proses untuk memperoleh SBW dari panen sampai konsumsi juga membutuhkan beberapa tahapan proses.

Pertama, proses pengumpulan dan penanganan SWB (gudang kering). Dalam pengumpulan SWB harus ditangani secara higienis.

“Kedua, proses pencucian. Proses ini berfungsi untuk membersihkan SWB dari kotoran yang menempel terutama bulu,” ungkapnya.

Baca juga: Genjot Produksi Kedelai Lokal, Kementan Siapkan 6 Varietas Unggul

Ketiga adalah keseragaman frekuensi dan waktu pencucian yang tepat. Fungsinya, untuk menurunkan kadar nitrit.

Untuk menurunkan kadar nitrit, Nasrullah menyatakan, pihaknya telah menyesuaikan dengan yang dipersyaratkan negara pengimpor tanpa menurunkan kualitas sarang yang dihasilkan.

Caranya adalah dengan melakukan pembinaan di setiap tahapan proses, khususnya pada tempat produksi SBW atau rumah walet untuk kesinambungan produksi.

Bukan hanya itu, pembinaan atau pendampingan juga berlanjut sampai tempat pencucian dan tempat pengolahan agar memenuhi persyaratan keamanan pangan.

Baca juga: Ratusan Hektar Sawah di Cirebon Terendam Banjir, Mentan Ajak Petani Ikut Asuransi

Akomodir syarat ekspor SWB

Selain pada proses produksi, Nasrullah menerangkan, sejauh ini Ditjen PKH selalu mengakomodir pemenuhan persyaratan ekspor untuk unit usaha SBW.

“Persyaratan ekspor tersebut kami berikan dalam bentuk penjaminan keamanan produk sarang walet berupa Sertifikat Nomor Kontrol Veteriner (NKV),” ujarnya.

NKV merupakan bentuk penjaminan pemerintah terhadap unit usaha produksi dan pengolahan yang sudah higienis.

Baca juga: Jamin Stok Daging Sapi Aman, Mentan: Tidak Usah Khawatir Kekurangan...

Adapun persyaratan ekspor tersebut sesuai dengan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2009, dan UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Sampai 2020, Ditjen PKH sendiri telah menerbitkan sebanyak 2.990 NKV untuk unit usaha. Dari jumlah itu, sebanyak 74 NKV untuk unit usaha SBW.

"Jadi, masyarakat dapat dengan mudah mengetahui produk sarang walet dari unit usaha yang sudah ber-NKV. Caranya, dengan melihat adanya logo NKV pada kemasan produk sarang burung walet," jelas Nasrullah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com