Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perkara Minum Jamu

Kompas.com - 16/11/2022, 10:55 WIB
Irawan Sapto Adhi,
Muhammad Idris

Tim Redaksi

“Kalau bahan kemasan, tidak ada daftar positif apa yg diperbolehkan. Hanya diatur secara umum kemasan harus tidak mengontaminasi produk makanya,” jelas dia.

Maka dari itu, Etik menyampaikan, saat proses registrasi izin edar produk obat tradisional, pelaku usaha diminta untuk menyerahkan data stabilitas yang sudah mencakup keamanan kemasan.

“Menjadi tanggung jawab pelaku usaha untuk menyediakan kemasan produk yang aman. BPOM nanti mengevaluasi dari data stabilitas yang diserahkan saat proses registrasi izin edar,” jelas da.

Etik menerangkan, uji stabilitas dilakukan oleh pelaku usaha melalui serangkaian pengujian parameter mutu produk yg ditetapkan oleh pelaku usaha sendiri sesuai karakteristik produknya.

Nanti dilihat sampai berapa lama produk bisa tetap stabil mutunya. Dia menjelaskan, data Ini juga yang akan menjadi standar dalam penetapan batas kadaluwarsa produk tersebut.

“Pelaku usaha perlu menetapkan spesifikasi kemasan mulai dari material kemasan, dimensi ukuran, dan desainnya. Mereka lalu melakukan trial produksi dan pengujian data stabilitas, di mana produk disimpan pada suhu sesuai petunjuk penyimpanan produk pada kemasan," terang dia terkait prosedur uji stabilitas produk obat tradisional.

Baca juga: Biaya Admin BNI Taplus Muda, Bunga, dan Setoran Awalnya

Setelah itu, tiap-tiap interval tiga bulan dilalukan pengujian produk tersebut apakah masih memenuhi persyaratan atau tidak,” imbuhnya.

Dia memberi gambaran, misalkan pada bulan ke-12 masih bagus lalu pada bulan ke-15 diuji sudah rusak, produk berarti stabil sampai 12 bulan saja sehingga bisa ditetapkan kadaluwarsanya 1 tahun.

“Itulah sisi pentingnya perlu penanggung jawab apoteker atau TTK pada industri sediaan farmasi salah satunya produsen jamu,” tegas Etik.

Temuan jamu TIE

Raut wajah Suwarsi seketika berubah. Alisnya terangkat, matanya sedikit melotot. Dia lalu menarik napas panjang.

Perempuan lanjut usia (lansia) yang lebih akrab disapa Ny. Moertedjo itu tak bisa menutupi kekecewaannya.

Hal ini terjadi ketika Kompas.com mengemukakan temuan produk jamu TIE di Pasar Nguter kepada dirinya, Selasa (11/10/2022). Ny. Moertedjo adalah Ketua Koperasi Jamu Indonesia (Kojai) Sukoharjo.

Baca juga: Info Biaya Admin BCA, Bunga, Setoran Awal, dan Saldo Minimum

Sudah puluhan tahun dia menjadi pembina puluhan pedagang jamu di kabupaten yang telah secara resmi ditetapkan sebagai "Kota Jamu" pada 2015 dan dicanangkan sebagai destinasi wisata jamu pada Maret 2019 oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) RI itu.

Sehari sebelumnya, Senin (10/10/2022), Kompas.com mendapati masih ada pedagang yang menjual beberapa produk jamu yang sudah diberi merek tetapi tak dilengkapi nomor izin edar (NIE) dari BPOM.

Sesuai Permenkes No. 007 tahun 2012 tentang Registrasi Obat Tradisional, setiap obat tradisional yang diedarkan di wilayah Indonesia padahal wajib memiliki izin edar dari Kepala BPOM.

Produk jamu yang sudah terdaftar semestinya dilengkapi nomor registrasi di kemasan. Nomor registrasi untuk obat tradisional bisa dikenali dengan format POM TR/TI/TL/HT/FF + 9 digit angka.

TR menunjukkan produk obat tradisional lokal, TI untuk produk obat tradisional impor, TL untuk produk obat tradisional lisensi, HT untuk herbal terstandar, dan FF untuk fitofarmaka.

Dari enam item produk jamu TIE yang ditemukan Kompas.com di pasar jamu satu-satunya di Indonesia itu, semuanya tertulis berasal dari wilayah Soloraya. Ada yang dari Sukoharjo, ada yang dari Kota Solo.

Baca juga: Menhub Bilang, Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Pantang Pakai Duit APBN

Enam item produk tersebut memiliki nama, antara lain Sehat Perempuan, Pegal Linu, Sekalor Sakit Kepala, Sariawan Usus, Cuci darah, dan Terlambat Bulan Kates Merah. Dua item di antaranya tak disertai dengan informasi komposisi di kemasan.

Ny. Moertedjo kecewa karena merasa sudah seringkali berbicara kepada para pedagang di Pasar Nguter untuk tak lagi menjual produk jamu secara sembarangan.

“Saya sering bilang, di pertemuan rutin bulanan iya, lewat (surat) edaran juga pernah. Saya selalu minta ke teman-teman (pedagang) ora usah macem-macem lagi jual jamu gini,” ucap dia, sambil memegang jamu TIE yang ditemukan Kompas.com.

Terkait temuan ini, Ny. Moertedjo menyampaikan komitmen akan kembali atau terus memberi pengertian kepada para anggota Kojai Sukoharjo untuk menjual produk jamu yang aman dan legal saja.

Menurut dia, hal itu penting karena menyangkut keselamatan konsumen.

Saat dimintai tanggapan soal temuan Kompas.com akan produk TIE di Pasar Nguter, Kepala Loka POM di Kota Surakarta menyampaikan, petugas dapat menindaklanjutinya dengan agenda sidak. Waktunya ditentukan acak.

Baca juga: Cuma Didapat Yogyakarta, Apa Itu Dana Keistimewaan?

Seperti sebelum-sebelumnya, saat melakukan sidak, Fajar menyebut, petugas tak akan menyasar produk ilegal yang berasal dari Sukoharjo, melainkan seluruh produk tanpa terkecuali.

Sanksi tegas

Temuan jamu tanpa izin edar (TIE) dari BPOM yang diperoleh Kompas.com di Pasar Jamu Nguter, Sukoharjo, pada Senin (11/10/2022).KOMPAS.com/IRAWAN SAPTO ADHI Temuan jamu tanpa izin edar (TIE) dari BPOM yang diperoleh Kompas.com di Pasar Jamu Nguter, Sukoharjo, pada Senin (11/10/2022).

Ny. Moertedjo menyampaikan pengurus Kojai telah memperingatkan kepada para anggota akan dikeluarkan dari koperasi jika sampai kedapatan masih berjualan jamu tanpa izin edar.

Sanksi tegas ini, kata dia, berlaku juga bagi pedagang yang apabila terbukti menjual produk jamu mengandung BKO.

BKO adalah zat-zat kimia yang digunakan sebagai bahan utama obat kimiawi yang biasanya ditambahkan dalam sediaan jamu untuk memperkuat indikasi dari obat tradisional tersebut.

Obat tradisional tak boleh ditambahkan BKO dengan kadar tidak jelas karena bisa menimbulkan berbagai efek samping merugikan.

“Siapa yang melanggar lagi, Kojai enggak mau tanggung (akibatnya). Itu jadi urusanmu (pedagang) sendiri. Silakan nanti bisa berurusan dengan polisi. Saya keluarkan juga dari Kojai,” tuturnya.

Baca juga: Biaya Kereta Cepat Bengkak, Erick Thohir: Harga Baja Naik Luar Biasa

Dia menganggap semua anggota Kojai, yakni 70-an pedagang jamu di Pasar Nguter kini telah mengetahui bahwa mereka jelas tak boleh menjual jamu TIE dan atau mengandung BKO. Sebab, pengurus Kojai telah seringkali membahas soal itu dengan pedagang.

Di samping itu, kata Ny. Moertedjo, para pedagang juga sudah beberapa kali mendapatkan edukasi langsung dari BPOM maupun Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sukoharjo terkait keamanan pangan jamu.

Dia bercerita beberapa waktu lalu dirinya juga sempat ditegur Pengurus Pusat Gabungan Pengusaha (GP) Jamu Indonesia karena ada temuan produk jamu ilegal di sejumlah daerah, termasuk di Jakarta yang disebut dipasok dari pedagang Pasar Nguter.

Dia langsung menindaklanjuti laporan tersebut dan mendapati salah satu pedagang mengakui melakukannya. Pedagang itu, kata Ny. Moertedjo, telah menandatangani surat perjanjian untuk menyetop penjualan produk jamu tak layak edar itu.

“Saya minta ke pedagang itu untuk menarik semua produk yang bermasalah. Kalau enggak mau, saya malah yang akan lapor ke polisi. Jamu dengan BKO bisa membunuh pelan-pelan orang-orang yang mengonsumsinya,” ungkap dia.

Baca juga: Besaran Bunga Shopee Paylater, Denda, dan Cara Menghitungnya

Ny. Moertedjo pun bercerita pernah ada kasus kematian akibat konsumsi jamu mengandung BKO di Kabupaten Sragen. Korban itu dilaporkan minum jamu seduhan dari penjual di Sragen, tapi si penjual mengaku kulak di Pasar Nguter.

“Saya tidak mau kejadian lama ini tak terulang lagi. Jadi, saran saya, teman-teman pedagang yang tak bisa atau belum mampu membuat produk jamu dengan izin edar dari BPOM, sebaiknya menjual bahan baku saja. Ini lebih aman,” ungkap dia.

Ny. Moertejo menerangkan, jika sudah berhadapan dengan hukum, pedagang yang kedapatan menjual produk jamu TIE dan mengandung BKO bisa terancam hukuman penjara hingga 15 tahun.

Di Indonesia, kegiatan mengedarkan produk sediaan farmasi yang tidak memiliki izin edar dan mengandung BKO dianggap melanggar ketentuan dalam Pasal 196 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar dan atau pasal 197 UU yang sama dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp1,5 miliar.

Kendala perizinan

Ny. Moertedjo menyampaikan, sejak Sukoharjo dideklarasikan sebagai Kota Jamu dan dicanangkan sebagai destinasi wisata jamu, para pedagang semakin didorong untuk menjual produk obat tradisional yang pasti aman dan legal.

Baca juga: 1 Kg Berapa Ons? Begini Cara Hitungannya

Baik secara pribadi maupun mewakili kelembagaan Kojai Sukoharjo, dia pada dasarnya mendukung upaya itu agar tak timbul masalah di kemudian hari, terutama yang menyangkut keselamatan konsumen.

Tapi di sisi lain, Ny. Moertedjo ingin semua pihak juga paham bahwa di lapangan ada banyak tantangan yang mesti dihadapi untuk menjadikan Sukoharjo bebas peredaran jamu ilegal.

Untuk sampai ke sana, kata dia, jelas butuh upaya yang tak semudah membalikkan telapak tangan.

Sebagai contoh, banyak pelaku usaha jamu di Sukoharjo nyatanya datang dari masyarakat kecil. Mereka sebenarnya ingin memproduksi jamu layak edar atau sesuai dengan standar pemerintah.

Namun, karena terkendala berbagai hal, utamanya menyangkut modal dan kesediaan tenaga teknis kefarmasian (TTK) atau tenaga kesehatan tradisonal, beberapa dari mereka akhirnya nekat atau terpaksa memproduksi jamu ala kadarnya.

Dia pun yakin berbagai produk jamu TIE yang ditemukan Kompas.com di Pasar Nguter adalah hasil produksi usaha kecil menengah. Salah satu indikasinya, menurut Ny. Moertedjo, jamu hanya dikemas dengan bahan kertas.

Sedangkan, produk jamu yang telah mendapat izin edar pada umumnya dibungkus aman dengan bahan plastik khusus atau aluminium foil.

Baca juga: Bedanya Kantor Pajak KPP Pratama, KPP Madya, dan KPP Wajib Pajak Besar

Ny. Moertedjo menjelaskan, untuk mendapatkan izin edar, produsen jamu nyatanya harus menyiapkan modal tidak sedikit.

Modal itu di antaranya dibutuhkan untuk membayar uji laboratorium produk, meng-hier apoteker/TTK/tenaga kesehatan tradisonal, menyiapkan kemasan sesuai standar, hingga menyediakan sarana dan prasana produksi sesuai ketentuan.

“Untuk uji Salmonella dan E. coli saja, teman-teman setidaknya perlu menyiapkan Rp1 juta lebih. Padahal masih ada uji-uji kandungan lainnya yang mesti dilakukan. Kira-kira total bisa habis Rp4 juta buat uji laboratorium. Itu belum termasuk dengan biaya akomodasi ke sana ke mari,” terang dia.

Ny. Moertedjo menyampaikan, para pedagang bahkan harus siap merogoh kocek lebih dalam lagi untuk keperluan penyediaan bungkus jamu dan bangunan produksi sesuai standar.

Menurut dia, harga bahan kemasan obat tradisional yang memenuhi syarat bisa mencapai Rp40 juta-200 juta per rol.

Sayangnya, produsen jamu kebanyakan harus menyediakan uang segitu karena jarang bahan kemasan bisa dibeli atau dipesan eceran.

Ny. Moertedjo menyebut, penyediaan bangunan atau ruang produksi obat tradisional juga tak boleh dilakukan sembarangan. Bangunan harus diatur sesuai dengan standar dari BPOM.

Baca juga: Ini Jenis-jenis Pinjaman dan Bunga di Pegadaian Terbaru

Sederhananya, jelas dia, produsen tak diperkenankan untuk melakukan setiap tahapan produksi jamu di satu ruangan saja.

“Kebutuhan ruangan area pengolahan jamu yang wajib disediakan itu ada ruang timbang, ruang mixing, ruang filling atau pengemasan primer, ipc, serta ruang cuci dan simpan alat. Nah, (realisasi) layout bangunan ini enggak mudah,” tutur dia.

Karena berbagai kendala perizinan tersebut, beberapa pedagang Pasar Nguter yang sempat mencoba memproduksi obat tradisional pun pada akhirnya memutuskan untuk menyerah.

Menurut dia, sedikitnya ada lima orang yang sempat mencoba memproduksi dan menjual jamu dengan merek sendiri, tapi akhirnya berhenti karena kesulitan memenuhi persyaratan.

Itu belum termasuk dengan jumlah pedagang atau masyarakat yang baru sebatas punya keinginan atau rencana memproduksi jamu sendiri, namun batal mewujudkannya karena pesimis dapat memenuhi syarat memperoleh izin edar.

“Banyak, sekitar ada lima orang (yang berhenti produksi). Sebagian sudah saya coba bantu menguruskan izin baru atau untuk perpanjangan, tapi macet. Kendalanya ya seputar modal dan kesulitan memperoleh apoteker untuk penanggung jawab produksi,” kata dia.

Bagaimanapun, sebut Ny. Moertedjo, pelaku usaha jamu skala kecil sadar betul bahwa memang belum bisa menawarkan profit tinggi kepada tenaga apoteker yang bersedia bergabung.

Baca juga: Besaran Gaji TNI Plus Tunjangannya, dari Tamtama hingga Jenderal

Dia mengaku sudah menyampaikan berbagai kendala perizinan yang dihadapi para pelaku usaha kecil jamu ini kepada pemerintah, terutama ke BPOM dan Pemkab Sukoharjo.

Ny. Moertedjo mengharapkan adanya bantuan yang lebih dalam dari pemerintah untuk mempermudah pelaku usaha jamu memperoleh izin edar.

Usul kongkretnya antara lain berupa Pemerintah memberikan kemudahaan dalam mengakses pinjaman modal, menggratiskan uji laboratorium, dan membantu penyediaan tenaga apoteker.

Selain untuk mendukung kesejahteraan para pelaku usaha jamu, Ny. Moertedjo menegaskan, persoalan perizinan ini pada muaranya diperlukan untuk meminimalisir peredaran obat tradisional yang tak memenuhi standar keamanan konsumsi.

Dia menuturkan, anggota Kojai yang masih memproduksi jamu dan mempunyai izin edar kini tinggal berjumlah 11 orang.

Sementara, 60 anggota lainnya hanya menjualkan produk jamu yang telah memiliki nomor izin edar atau menjual bahan baku jamu.

Baca juga: Penasaran Berapa Gaji Sipir Penjara?

Dia juga berharap pemerintah dapat semakin menggencarkan sosialisasi kepada masyarakat untuk memilih mengonsumsi jamu yang pasti aman dan legal.

Hal ini penting juga untuk mengurangi kemungkinan produsen atau penjual jamu menyediakan produk obat tradisional TIE karena adanya permintaan.

Ny. Moertedjo mengharapkan masyarakat tidak tergiur dengan harga jamu TIE yang cenderung dijual lebih murah dibandingkan dengan jamu yang telah memiliki nomor izin edar.

Terlebih lagi, kata dia, jamu itu diklaim mampu menyembuhkan suatu penyakit dalam waktu singkat alias cespleng. Sebab, pada umumnya jamu dengan efek seperti itu mengandung BKO.

Jika konsumen masih membeli obat tradisional tanpa izin edar, kata Ny. Moertedjo, ada kemungkian produsen atau pedagang akan terus menyediakan produk berisiko berbahaya tersebut.

Berhenti produksi

Yatmini (76) termasuk di antara pedagang Pasar Nguter yang sempat menjual produk jamu sendiri, tapi kemudian berhenti karena terkendala izin edar.

Pedagang 79 tahun itu sebenarnya pernah mendapatkan izin edar dari BPOM untuk produknya pada tahun 2000. Dia memproses izin edar dengan dibantu pengurus Kojai Sukoharjo.

Tetapi, pada 2005, dia tak sanggup memperpanjang izin tersebut karena menghadapi sejumlah kendala.

Baca juga: Mengintip Besaran Gaji Polisi, Lengkap dari Tamtama hingga Jenderal

Ini termasuk, Yatmini mengaku tak punya cukup modal untuk membiayai akomodasi uji laboratorium lagi yang saat itu harus dilakukan jauh di Semarang.

Selain itu, dia tak sanggup mempertahankan kerja sama dengan tenaga apoteker untuk menjadi penanggung jawab produksi.

“Aturan dari pemerintah saat itu juga semakin ketat untuk penyedaian tempat pengolahan jamu. Sementara, saya tak mampu jika harus menyediakan ruang pencucian sendiri, penjemuran sendiri, pengemasan sendiri, gudang, dan lain sebagainya,” ujar dia.

Yatmini saat itu sudah memasarkan produk jamu dengan merek Caping Gunung.

Tak hanya memperpanjang izin edar produk yang sudah ada, dia saat itu sebenarnya ingin juga mendaftarkan item produk baru. Tapi, karena merasa tak sanggup memenuhi sejumlah persyaratan, Yatmini terpaksa mengubur kedua harapannya tersebut.

Karena tak punya izin edar, dia pun tak berani menjual lagi jamu Caping Gunung di pasaran. Dia takut bersinggungan dengan petugas penegak hukum meski menjamin produknya tetap aman.

Sementara, Yatmini mengatakan, petugas BPOM cukup sering melakukan sidak di Pasar Nguter untuk memastikan para pedagang tidak menjual jamu TIE dan mengandung BKO. Menurutnya, sidak dilakukan sekitar 3 bulan sekali.

Baca juga: Minat Jadi Camat? Ini Besaran Gajinya

Karena tak mampu memenuhi syarat dari BPOM, Yatmini bercerita sempat meminta pengurus Kojai saja yang mengeluarkan izin edar mandiri untuk produknya. Tapi, dia kemudian paham bahwa Kojai “tak cukup kuat” untuk melakukannya.

Yatmini akhirnya kini hanya menjual produk jamu orang lain yang telah dilengkapi NIE.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Whats New
BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Dukung 'Green Building', Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Dukung "Green Building", Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Whats New
Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Whats New
Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Whats New
Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Whats New
Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Work Smart
Viral Mainan 'Influencer' Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Viral Mainan "Influencer" Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com