“World Trade Organization (WTO) dalam Global Trade Outlook-nya memprediksi volume perdagangan dunia pada 2023 hanya tumbuh 1,7 persen dan picking up pada 2024 sebesar 3,2 persen," paparnya.
Pemerintah, sebutnya, telah menyusun APBN 2024 dengan asumsi makro, seperti pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2 persen, inflasi sebesar 2,8 persen, hingga nilai tukar rupiah sebesar Rp 15.000 per dollar Amerika Serikat (AS).
"Belanja negara yang Rp 3.325,1 triliun dialokasikan untuk belanja pemerintah pusat sebesar Rp 2.467,5 triliun serta transfer ke daerah sebesar Rp 857,6 triliun. Belanja pemerintah pusat dimaksimalkan untuk menguatkan APBN sebagai fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi," paparnya.
Baca juga: Minat Investor ke Surat Utang RI Menurun, Kemenkeu Beberkan Alasannya
Menurutnya, APBN 2024 disusun agar mampu menghadapi berbagai tantangan yang tidak mudah. Sebab, pada 2024, situasi geopolitik dunia diprediksi akan semakin rumit, isu perubahan iklim yang kian memuncak, serta munculnya kekhawatiran akan pandemi dan digitalisasi.
Oleh karena itu, Agus menjelaskan, pemerintah telah menyiapkan beberapa langkah untuk mengantisipasi persoalan-persoalan tersebut.
"Kinerja ekonomi nasional didorong oleh leading sectors, seperti industri, perdagangan, pertanian, pertambangan, hingga konstruksi. Lapangan usaha industri tercatat masih memberikan kontribusi terbesar dibandingkan lapangan usaha lainnya," jelasnya.
Kondisi itu, disebut Agus in-line dengan komposisi impor nasional yang masih didominasi bahan baku penolong. Alhasil, proses logistik berupa kelancaran pasokan bahan baku maupun hasil produksinya harus maksimal.
Baca juga: Kemenkeu Lelang Mobil Mulai dari Rp 29 Juta, Simak Cara Mengikutinya!
Ia menjelaskan, kinerja logistik nasional masih belum optimal hingga saat ini. Data Logistics Performance Index (LPI) 2023 dari World Bank menempatkan kinerja logistik Indonesia di peringkat 63 dengan nilai 3.0. Biaya logistik nasional pun masih tergolong tinggi, yaitu 14,1 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Kemudian, belanja infrastruktur dalam APBN 2024 mencapai Rp 422,7 triliun. Arah kebijakan infrastruktur difokuskan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur penggerak ekonomi, yaitu konektivitas dan transportasi, energi dan ketenagalistrikan, dan pangan.
Selain itu, pemerintah juga fokus menyediakan infrastruktur pelayanan dasar dan proyek-proyek strategis, serta pemerataan dan penguatan akses teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang mendukung transformasi digital.
Menurut Agus, penguatan konektivitas dan transportasi serta infrastruktur TIK berkaitan erat dengan kinerja logistik.
Baca juga: DKI Berencana Pungut Pajak Ojol dan Olshop, Kemenkeu: Enggak Boleh Berganda
"Pembangunan jalan, jembatan, bandara, dan pelabuhan diperkuat dengan penyediaan titik akses internet hingga digital broadcasting system (DBS). Pembangunan infrastruktur tersebut dapat dimaksimalkan dengan pelaksanaan National Logistics Ecosystem (NLE)," jelasnya.
NLE merupakan salah satu langkah strategis pemerintah dalam menghadapi tantangan kinerja logistik. Hal ini sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2020.
Agus melihat NLE sebagai platform digital layanan logistik hulu ke hilir yang hadir lewat kolaborasi bersama kementerian/lembaga (K/L), perusahaan terkait, serta pelaku logistik.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya