JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Jokowi memberikan arahan relaksasi kredit kepada pelaku UMKM berupa penundaan pembayaran cicilan selama satu tahun.
Ini dilakukan guna mengantisipasi pelemahan ekonomi akibat dampak Covid-19. Namun, pemerintah harus lebih cermat dalam menerapkan kebijakan ini.
Sebab, arahan yang tidak tepat sasaran bisa memicu debitur "nakal" untuk memanfaatkan relaksasi kredit tersebut sehingga memberikan dampak buruk ke perbankan dan perekonomian nasional.
Baca juga: Anggota DPR Sarankan Jokowi Terbitkan Inpres Relaksasi Kredit
Ekonom Senior Indef Aviliani menyatakan tak setuju jika kebijakan relaksasi kredit kepada pelaku usaha berupa penundaan pembayaran cicilan kredit selama satu tahun berlaku bagi semua debitur.
Menurut Aviliani, dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No 11/POJK.03/2020 sudah jelas disebutkan restrukturisasi kredit ada mekanismenya, yaitu harus mengajukan untuk restrukturisasi dan tidak bisa otomatis begitu saja seperti isu yang beredar saat ini.
"Dan dicatat, ini tidak berlaku buat semua. Karena apa, kalau yang berpenghasilan tetap, itukan tidak ada masalah kecuali dia di-PHK. Pastikan dia yang di PHK akan mengalami penurunan pendapatan. Nah, itu mungkin restrukturisasi bisa diajukan," kata Aviliani dalam keterangannya, Senin (30/3/2020).
"Jadi yang perlu menunda itu orang-orang yang benar terkena dampak ekonomi yang nanti akan dilihat kembali oleh perbankan apakah layak atau tidak," imbuhnya.
Baca juga: Fakta-fakta Pelonggaran Kredit, Tidak untuk Semua hingga Mulai Hari Ini
Relaksasi kredit tersebut hanya diperuntukan untuk pelaku usaha yang berdampak langsung terhadap daya beli yang menurun akibat penyebaran virus corona.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.