Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Resah Ada Eksportir Nakal, Petani Sarang Walet Minta Pemerintah Tegas

Kompas.com - 20/10/2021, 14:20 WIB
Muhammad Choirul Anwar

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com – Para petani sarang burung walet mencium adanya eksportir nakal yang melakukan ekspor sarang walet ke China tidak sesuai ketentuan.

Panasihat Perkumpulan Petani Sarang Walet Nusantara (PPSWN) Benny Hutapea meminta pemerintah untuk menindak tegas eksportir sarang burung walet ke China yang diduga melakukan ekspor hingga melampaui kuota yang ditetapkan.

Menurutnya, praktik ekspor sarang walet yang melebihi kuota dikhawatirkan akan memperburuk citra sarang burung walet Indonesia di China.

Baca juga: Banyak Kendala, Eksportir Sarang Burung Walet Mengadu ke KSP

Ia menilai, praktik ekspor sarang burung walet yang melampaui kuota bertentangan dengan prinsip traceability system atau sistem ketelurusan yang berlaku pada produk pangan, termasuk sarang burung walet.

"Kuota ekspor sarang burung walet pasti connect dengan traceability system, sehingga ekspor sarang burung walet harus sesuai dengan kuota yang ditetapkan Badan Karantina berdasarkan kemampuan produksi rumah walet dan kemampuan kapasitas prosesing,” ujarnya dalam keterangan resmi, Rabu (20/10/2021).

Dia mengingatkan bahwa di China sudah berlaku secara ketat kebijakan traceability system pada produk pangan seperti sarang burung walet.

Dengan begitu, konsumen mengetahui detail produk yang dikonsumsi, asal dan terdaftar di mana, siapa yang memproduksi, dimana rumah produksinya serta bagaimana proses produksinya.

Baca juga: Sarang Walet Siap Jadi Komoditas Unggulan di Kalbar, Kementan Beri Dukungan Penuh

Oleh karena itu, dia menegaskan, pemerintah harus memastikan ekspor sarang burung walet ke China harus sesuai dengan kuota yang ditetapkan oleh Badan Karantina.

Kuota tersebut harus berdasarkan kemampuan produksi dan kapasitas prosesing rumah walet, memenuhi protokol dan dalam penetapan kuota, harus memperhatikan traceability system.

Menurut dia, perusahaan yang sengaja mengekspor hingga melampuai kuota yang ditetapkan, harus diberi sanksi tegas seperti penangguhan ekspor atau pencabutan izin ekspor.

Sebab, ada kemungkinan besar, barang kelebihan kuota yang diekspor tersebut diperoleh secara tidak resmi alias ilegal.

Ia memaparkan, dari data yang dikumpulkan, ditemukan sejumlah perusahaan yang mengekspor sarang burung walet ke China dengan volume hingga lima kali lipat dari kapasitas produksi. Hal itu membuat China memberikan peringatan kepada Indonesia terhadap masalah tersebut.

Benny menjelaskan warning dari negara tujuan ekspor seperti China ini harus direspon oleh pemerintah karena kasus ini akan menjadi penghambat bagi para calon eksportir baru yang saat ini sudah mendaftar ke General Administration of Customs China (GACC) untuk mendapatkan izin ekspor ke China.

Baca juga: Istana Diminta Turun Tangan Atasi Hambatan Ekspor Sarang Walet ke China

Dia mendesak Kementerian Perdagangan untuk segera melakukan pembicaraan dengan China mengenai upaya-upaya yang dilakukan Indonesia agar ekspor sarang burung walet tidak terganggu oleh masalah monopoli maupun asal muasal sarang burung walet yang diekspor.

Ia berharap pemerintah memberikan sanksi terhadap eksportir yang tidak menaati ekspor sesuai kuota yang ditetapkan dan memberikan kesempatan kepada eksportir lainnya untuk mendapatkan kuota yang lebih baik.

“Jangan sampai para calon eksportir walet yang baru mendaftar tersebut menjadi korban akibat ulah pelaku eksportir lama, khususnya tujuh perusahaan yang melakukan praktek ketidakjujuran dalam hal ekspor sarang burung walet ke China,” serunya.

Di sisi lain, katanya, praktek yang dilakukan perusahaan tersebut juga meresahkan petani dan eksportir sarang burung walet lainnya karena dikhaatirkan akan memicu dugaan adanya upaya untuk melakukan praktik monopoli ekspor sarang burung walet ke China.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com